Hai, teman-teman penulis! Pernahkah kamu merasa sendirian di dunia maya? Sudah menulis dengan sepenuh hati, tapi kok rasanya sepi pembaca? Rasanya seperti berteriak di tengah hutan belantara, hanya suara sendiri yang menggema. Lantas kenapa masih menulis meski sepi pembaca?
Tiap orang pasti punya alasannya sendiri. Begitu pula dengan saya sebagai founder Wordholic Class dan tim mentor lainnya yang juga masih semangat menulis. Di tengah banyaknya kebutuhan untuk eksis di medsos dengan Like, Share, dan Komentar, tidak sekali dua kali pertanyaan semacam ini bermunculan.
Ini poin-poin yang bisa kamu baca buat pertimbangan kalau masih ingin menjadi penulis profesional.
Menulis itu Soal Proses, Bukan Hanya Hasil
Mari kita jujur, godaan validasi dari jumlah likes, komentar, dan share itu memang besar. Tapi, esensi menulis itu jauh lebih dalam dari sekadar angka-angka itu.
Menulis itu tentang proses. Proses menuangkan ide, merangkai kata, dan mengasah kemampuan. Setiap tulisan, bahkan yang sepi pembaca sekalipun, adalah latihan. Latihan yang membuat kita semakin mahir.
Bayangkan seorang pelukis yang terus melukis meski tidak ada yang membeli karyanya. Ia melukis karena ia mencintai prosesnya. Sama halnya dengan kita, penulis. Kita menulis karena kita mencintai kata-kata.
Punya Blog untuk Berlatih Menulis dan Memupus Gaptek
Sebagai seorang bloger yang mengelola blogspot pribadi di wordholic.com dan sekarang di blog ini, jangan kira kalau saya adalah penulis yang piawai soal hal-hal teknis. Saya tidak jago koding. Penataan blog bisa saya lakukan karena membaca satu per satu tutorial di blog orang lain.
Kalau saya hanya menuruti ketakutan karena gaptek, pasti kamu tidak akan bertemu saya sebagai pembaca di blog ini apalagi sebagai murid di kelas menulis. Karier menulis saya tidak akan pernah ada.
Dengan menulis blog, saya memenangkan kompetisi One Day One Article pada 2014 dan 2015 yang diselenggarakan oleh Indscript Creative. Selain mendapat uang tunai, saya juga memperoleh job menulis review tokoh pertama kali dari Indscript. Waktu itu, saya hanya penulis pemula yang artikelnya dibayar di kisaran 10-15 ribu per judul. Indscript memberi saya fee 25 ribu untuk per judul.
Perlahan, saya mulai paham sedikit soal SEO On-Page, cara membangun backlink sederhana, sampai mulai dikenal brand.
Tulisan saya pada 2014 dan tahun ini tentu banyak perbedaannya. Saya dulu menulis tanpa struktur. Pembukaan pun kering. Sekarang lebih baik tentunya. Menulis artikel blog secara konsisten membuat saya lebih terampil.
Menerbitkan Buku adalah Jalan Personal Branding
Menulis buku adalah strategi personal branding yang sangat kuat, meskipun bukunya tidak menjadi best seller.
Saat kamu berani menulis buku untuk topik tertentu, misalnya saya pernah menulis buku tentang Interpreting dan content writing, orang lain akan menilai kalau kamu memahami topik tertentu secara mendalam. Bahkan jikalau buku tersebut tidak laku keras, fakta bahwa kamu menulis buku sudah memberi kesan bahwa kamu adalah ahli di bidang tersebut.
Orang cenderung memercayai seseorang yang “menulis buku” tentang suatu topik dibanding yang hanya berbicara soal itu di media sosial. Buku bisa menjadi bukti nyata keahlianmu. Prosesny memang tidak instan, tapi dengan aktif menulis blogdan menerbitkan buku, maka kamu sudah punya sebuah authority yang cukup kuat.
Blog itu Portofolio, Jendela Karier Menulis
Anggaplah blogmu itu seperti portofolio. Blog bisa menjadi tempat di mana kamu memajang hasil karyamu. Mungkin saat ini belum banyak yang melihat, tapi suatu saat nanti, ketika ada kesempatan datang, kamu sudah siap dengan bukti nyata kemampuanmu.
Seorang editor, penerbit, atau klien potensial akan lebih percaya jika kamu bisa menunjukkan contoh tulisanmu. Blog adalah cara terbaik untuk melakukannya. Selain itu, blog juga bisa menjadi semacam jurnal perjalanan karier menulismu. Kamu bisa melihat perkembangan tulisanmu dari waktu ke waktu. Sungguh menyenangkan, kan? Apa saja keuntungan lainnya untuk mempunyai blog?
Menemukan Pembaca yang Tepat Butuh Waktu
Membangun pembaca setia itu butuh waktu. Tidak bisa instan seperti mi instan. Ibarat menanam pohon, kita harus sabar menyiram dan merawatnya setiap hari. Begitu juga dengan blog. Kita harus rutin menulis, mempromosikan tulisan kita di media sosial, dan berinteraksi dengan pembaca lain.
Mungkin saat ini pembacamu masih sedikit, tapi jangan khawatir. Setiap tulisan yang kamu buat adalah langkah untuk menemukan pembaca yang tepat. Pembaca yang benar-benar tertarik dengan apa yang kamu tulis.
Meskipun yang komentar di artikelmu tidak banyak atau malah tidak ada pembaca sekalipun, blog dapat menghubungkan kita dengan calon klien. Saya sudah mengalaminya lewat blog wordholic.com yang memiliki pembaca setia dan ada pula yang kirim email karena merasa terbantu dengan artikel yang saya buat. Sedikit-sedikit, tetapi bermanfaat.
Menulis untuk Diri Sendiri, Bukan Hanya Orang Lain
Ingat, alasan utama kita menulis adalah untuk diri sendiri dan untuk mengekspresikan apa yang ada di dalam pikiran dan hati kita. Menulis itu terapi yang menjadi cara kita memahami dunia dan diri kita sendiri. Jadi, meski sepi pembaca, jangan berhenti menulis.
Teruslah menulis untuk dirimu sendiri. Tulisanmu adalah warisan untuk masa depanmu. Siapa tahu, suatu saat nanti tulisanmu akan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Mulailah dengan menulis artikel 500 kata per minggu di blog pribadimu. Bagikan di medsos.
Buat kamu yang sekarang merasa fokusmu memendek karena terlalu banyak mengonsumsi video pendek, kamu bisa jadikan aktivitas ngeblog agar lebih banyak riset dan menulis panjang. Berselingan saja dengan kegiatan nonton video yang sekarang kamu lakukan.
Pembentukan Kepribadian dari Blog
Meski sepi pembaca, blog telah mengubah hidup saya karena di sinilah saya belajar komitmen dan disiplin. Seminggu sekali mengunggah tulisan itu menunjukkan komitmenmu dalam ngeblog. Kamu pun mulai belajar mencari tahu jenis artikel apa yang paling sering kam doakan.
Saya punya pengalaman belajar mengelola kesabaran karena masih aktif ngeblog. Apalagi ketika tahu konten blog saya diunggah di salah satu medsos dengan takarir menghina. Sabar saja karena job nulismu niscaya semakin mudah dan lapang.
Setelah membaca opini saya di atas, bagaimana pendapatmu sekarang? Masihkah kamu mau menulis meski sepi pembaca? Kalau saya, sih, tetap mau karena dampak panjangnya bisa dimonetisasi dari klien yang datang dari segala penjuru setelah membaca tanpa komentar. Ingin seperti saya dan juga rekan saya seorang blogger yang ahli dalam mengolah blog? Yuk, ikutan Superblog Batch 2
di sini.
0 Comments