Saya sering mendengar atau membaca tentang kemampuan menulis dihubungkan dengan karakter. Teknik menulis kreatif dan prestasnya sering disebutkan menjadi bagian introvert. Lama-lama saya merasa jengah juga dengan stereotip seperti ini.
Yang jago menulis itu nggak hanya milik kaum introvert. Menulis adalah skillseperti membaca dan menghitung, jadi ini bukanlah sebuah kemampuan yang hanya dimiliki sebagian besar oleh penulis.
Penulis sama halnya dengan profesi lain, tidak seharusnya menempel dengan label-label tertentu. Penulis yang menyukai artikel sama bagusnya dengan yang hanya fokus menulis novel. Apalagi melabeli bahwa penulis introvert saja yang berbakat menulis, ini malah jadi salah kaprah.
Jebakan Salah Paham dari Ekstrovert dan Introvert
“Kamu kok pemalu dan pendiam? Kamu introvert, ya?”
“Introvert tuh sulit jadi public speaker.”
“Kalau extrovert, pasti gampang ngomong di depan umum.”
“Introvert lebih jago nulis daripada ekstrovert.’'
Beberapa kali saya menemukan atau membaca pendapat seperti di atas. Lucunya, dulu saya juga beranggapan sama. Namun, seiring dengan bertambahnya buku dan artikel psikologi yang saya baca serta dari pengalaman, saya mulai membuang konsep salah kaprah tersebut.
Skill berkomunikasi, berbicara, hingga menulis itu tidak ada hubungannya dengan karakter introvert dan ekstrovert. Kalau sampai tahun 2024 begini kita masih percaya bahwa kita tidak mampu menguasai skill tertentu karena karakter bawaan, jelas ini tandanya kamu pakai mindset kaku (fixed mindset).
Menurut teori Carl Jung, salah satu tokoh psikologi terkemuka, ekstrovert dan introvert itu mengacu pada bagaimana seseorang mengisi ulang energi mereka.
Ekstrovert mengisi energi dari energi eksternal seperti interaksi dalam lingkup beberapa orang atau lingkungan luar. Sebagai ekstrovert, saya tidak suka tempat bising, tetapi ketika sedang jenuh dan bosan, saya nyaman pergi ke kafe. Tidak masalah pergi sendirian karena ada orang banyak di tempat yang saya kunjungi. Ketika sedih, jelas lebih baik ada interaksi dengan teman.
Berbeda dengan introvert yang mengisi ulang energi dengan menyepi atau menyendiri serta lebih fokus pada pikiran serta perasaan personalnya.
Skill Menulis Tidak Ada Hubungannya dengan Karakter Bawaan
Bagaimana dengan ambivert? Saya, sih, tidak percaya dengan ambivert. Alasannya, sudah jelas jika ekstrovert dan introvert itu ada perbedaan kecil dalam mengisi ulang energi. Kadang-kadang, saya juga lebih suka menyendiri kalau ingin istirahat. Tidak serta-merta, saya terus ingin jalan-jalan keluar ketika bosan.
Seorang introvert juga bisa saja terkadang ingin ke tempat ramai agar pikiran sedih mereka terdistraksi.
Kembali lagi ke soal menulis, apa saja yang seharusnya menjadi perhatian bagi penulis agar proses menulisnya lancar?
Waktu Emas Menulis
Kamu harus tahu kapan waktu menulis yang sangat cocok untukmu di saat kondisi prima dan tidak mudah terdisktraksi. Amati dan rasakan perubahan energi.
Kalau misalnya kamu lebih suka dan nyaman menulis di malam hari, maka lebih baik menulis 30 menit saja sbeelum tidur dan utamakan jam tidur agar cukup. Bangunlah lebih pagi agar bisa mendapatkan suasana tenang.
Night owl mungkin susah menulis di pagi hari, tetapi begadang demi menulis itu tidak ada bagus-bagusnya buat kesehatan.
Bagaimana kalau kesibukan membuat jadwalmu tidak tentu dan kamu tetap ingin melanjutkan tulisan? Kamu bisa menerapkan '15 Minutes Rule'. Ketika kamu sedang menunggu anak sekolah, di sela waktu istirahat kerja kantor, atau mungkin saat kamu sedang menunggu bus di halte, gunakan alarm untuk menulis selama 15 menit.
Kamu tulis semua ide di gawai yang kamu punya. Kalau kamu kuat untuk kirim chat ke teman atau gebetan berbaris-baris sampai setengah jam, kenapa tidak dipakai untuk melanjutkan ide tulisan?
Pola Kesibukan Setiap Hari
Amati bagaimana pola kesibukanmu setiap hari. Semenjak aktif mempelajari produktivitas dan kebiasaan sendiri sampai bisa memprediksi kecepatan saya dalam melakukan sesuatu, saya mulai mengamati teman terdekat.
Manusia itu punya pola rutin yang nyaris sama setiap hari kecuali ada distraksi seperti sakit atau tanggung jawab baru yang mengubah kebiasaan. Saya suka mencatat aktivitas harian saya agar menemukan celah waktu menulis terutama ketika kesibukan di pekerjaan sedang tinggi-tingginya.
Ingatlah untuk mengatur waktu istirahat. Kamu tidak harus menulis 1000 kata per hari untuk merasa sukses. Sempatkan saja menulis 100 kata per hari dan gunakan waktu lainnya untuk kesibukanmu.
Memoles Titik Lemah
Jangan terlalu narsis meski saya mendukung gerakan self-love. Selalu sadari kekurangan atau kelemahan tanpa menghakimi. Kemudian, tarik benang merah dengan hobi menulismu.
Saya sadar jika punya kelemahan dalam fokus dan mengatur jadwal sehari-hari. Ketika ingin menjadi writing coach, saya pun membuat daftar kemampuan yang harus dimiliki antara lain:
Leadership
Coaching
Materi kepenulisan
Content marketing
TItik lemah saya yang paling kurang adalah leadership. Saya punya fobia parah dan pernah merasa gagal berat ketika ditunjuk menjadi ketua pelaksana sebuah event besar.
Akhirnya, saya putuskan untuk memoles titik lemah itu di seri beberapa kelas untuk pengembangan diri. Sejak 2018, saya mulai percaya diri menjadi writing coach.
Apa kebutuhanmu saat ini sebagai penulis? Kenali tujuan lalu cari tahu metodenya dengan langsung mencoba. (Baca Juga: Manfaat Menulis untuk Memoles Soft Skill)
Teknik menulis kreatif tidak ada hubungannya dengan karakter penulis. Kamu bisa menjadi penulis apa saja, tinggal pahami mana yang kamu butuhkan untuk memoles skill. Hadapi kekurangan dan teruslah belajar untuk menemukan titik kreatif terbaikmu.
0 Comments