Menjadi penulis fiksi dibutuhkan kreativitas mengalir deras. Saya pun akui, ketika menulis artikel terlalu banyak, otak fiksi saya pasti mengering. Membaca novel atau cerpen tidak terlalu membantu banyak. Makanya, saya pun merancang kreativitas fiksi lewat flash fiction.
Menjadi hal yang cukup menarik ketika saya tahu kalau bermunculan kompetisi flash fiction yang akhirnya saya ikuti. Saya pernah menjadi juara ketiga menulis cerpen El Lunar (panjang cerpennya masih masuk flash fiction kalau menurut saya) dan menjadi juara ketika mengikuti tantangan menulis di Storial.co (website sudah down) hingga mendapat uang tunai.
Flash fiction membuat saya ingin menulis fiksi dengan kesan tanpa perlu bertele-tele. Lantas bagaimana cara saya merancang kreativitas fiksi lewat flash fiction?
Fokus Pada Satu Hal
Permasalahan ketika mempunyai sebuah ide fiksi adalah ingin menceritakan banyak hal dalam satu waktu. Saya selalu menggunakan outline ketika menuls novel, tetapi saya juga terkadang ingin memanjang-manjangkan konflik agar terasa lebih berkesan. Padahal, belum tentu seperti itu kebutuhannya.
Penulis fiksi seringkali terjebak dengan ide di kepala lalu berusaha membuat sesuatu yang dramatik dengan harapan ceritanya akan menggenggam hati pembaca. Menurut saya, daripada capek-capek membuat cerita panjang yang mungkin keseruannya hanya terasa oleh penulis, maka bisa jadikan dalam bentuk flash fiction dulu dengan akhir cerita yang memikat.
Cara Memetakan Kreativitas dengan Menulis Flash Fiction
Setiap orang punya kreativitas, tetapi seringkali sulit untuk memetakannya. Ide terasa berantakan, inspirasi datang dan pergi, dan kita bingung harus mulai dari mana. Saya juga mengalaminya, apalagi kalau target menulis dari klien sedang bejibun, rasanya butuh penyegaran dari tulisan lain.
Bagi saya, menulis flash fiction bisa menjadi jalan untuk memetakan kembali kreativitas yang sedang terblokir. Bagaimana cara memaksimalkannya?
Memaksa Fokus
Batasan kata dalam flash fiction memaksa kita untuk fokus pada inti ide. Ketika menulis cerita sangat singkat, kita harus memilih konflik, tokoh, atau emosi yang paling penting untuk ditampilkan.
Dari proses ini, saya jadi lebih peka terhadap pola kreativitas diri. Saya akan membuat daftar pertanyaan seperti ini
- Apakah saya cenderung fokus menulis tentang hubungan, mimpi, atau konflik batin?
- Siapa satu tokoh utamanya?
- Seperti apa konflik dan ending yang biasanya wajar terjadi kalau melihat unsur sebab-akibatnya?
- Seperti apa saya akan membuat plot twist?
Saya bermain dengan media dan membuat satu kejadian dengan satu alur super singkat yang memaksa saya tidak mencari ide-ide terlalu banyak. Ketika sedang macet, tantangan dari menulis flash fiction ini membuat saya tidak lagi fokus pada tulisan untuk klien.
(Baca Juga: Cara Menulis Cerita Fantasi)
Mengambil Topik Cerita Campur Genre
Flash fiction melatih otak untuk bermain dengan variasi. Kreativitas ibarat peta dengan banyak jalur, dan setiap cerita singkat membuka jalan baru. Misalnya, satu tema bisa diolah menjadi cerita humor, horor, atau romansa hanya dengan mengubah sudut pandang.
Proses eksplorasi ini memperlihatkan kepada kita rute-rute kreatif yang bisa dipetakan dan dikembangkan lebih jauh. Nah, inilah yang saya sukai dari flash fiction.
Coba baca salah satu cuplikan flash fiction saya di bawah ini yang saya tulis di Rakata. Tulis saja apapun yang terlintas. Campurkan dua genre dan juga cari tiga objek yang terlintas di kepala sehingga mejadi satu cerita. Tidak nyambung pun tak masalah, namanya juga bersenang-senang.
Menghargai Proses Swasunting
Otak kanan sudah diajak brainstorming dan menyusun draf awal maka setelah selesai menulis cerita, tiba saatnya proses swasunting. Jangan lupa untuk menyetel alarm saat proses pencarian ide, menulis, dan swasunting. Kamu menerapkan metode jumlah kata yang terbatas dengan menggunakan waktu singkat dan juga konsentrasi pada proses menulis.
Kebiasaan menulis dengan alarm ini membuat saya jadi tidak menya-nyiakan waktu menulis dan membaca ulang. Waktu adalah kunci agar kamu tidak fokus pada malas.
Proses mengedit flash fiction membuat saya belajar menilai mana ide yang layak dilanjutkan dan mana yang harus dipangkas. Seiring berjalannya waktu, saya dapat melihat pola cerita seperti apa yang kurang logis atau sisi seperti apa yang bisa membuat pembaca terkesan hingga membaca ulang lagi dari awal untuk mencerna.
Singkatnya, menulis flash fiction bukan hanya latihan menulis cepat, tetapi juga alat refleksi untuk memupuk kreativitas. Merancang krativitas fiksi lewat flash fiction pun berjalan dengan menyenangkan.
Sekarang, bagaimana denganmu? Apakah kamu siap merancang kreativitas dengan flash fiction dan belajar bersama hingga menerbitkan antologi? Ikutan aja kelas menulis flash fiction ini. Kamu akan dibimbing dari nol, naskah direview supaya bisa kamu revisi, dibimbing hingga layak terbit. Kontak segera jika kamu tertarik, ya.
0 Comments